Dalam mengadakan analisis break-even, digunakan
asumsi – asumsi dasar sebagai berikut (Dr. Bambang Riyanto, 1999 : 360):
1. Biaya di
dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan biaya tetap.
2. Besarnya
biaya variabel secara totalitas berubah – ubah secara proposionil dengan volume
produksi atau penjualan. Ini berarti, bahwa biaya variabel per unitnya berubah
– ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
3. Besarnya
biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume
produksi atau penjualan. Ini berarti, biaya tetap per unitnya adalah tetap
sama.
4.
Harga jual per unit tidak berubah selama
periode yang dianalisis.
5. Perusahaan
hanya memperoduksi satu macam produk. Apabila diproduksi lebih dari satu macam
produk, pertimbangan penghasilan penjualan antara masing – masing produk atau
“sales mix”nya adalah tetap konstan.
Dari asumsi -
asumsi yang ada pada analisis break even point tersebut diatas, maka break even
point akan berubah bila asumsi – asumsi tesebut mengalami perubahan (Martono,
2004 : 270) :
1.
Adanya perubahan harga jual
Perubahan
harga jual dapat berubah naik atau turun. Menurut hukum permintaan, apabila harga
jual naik maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan menurun. Hal ini
dapat berakibat pada perubahan jumlah pernghasilan totalnya (TR). Demikian pula
jika harga jual turun, maka jumlah barang yang akan diminta tetap, maka titik
pulang pokok (BEP) akan turun.
2.
Adanya perubahan biaya tetap atau biaya variabel
Naik
turunnya biaya (biaya tetap dan biaya variabel) juga akan mempengaruhi besarnya
break even point. Apabila biaya naik, berarti diperlukan barang yang lebih
banyak untuk titik break even point. Sebaliknya, apabila biaya turun, maka
diperlukan jumlah barang yang lebih sedikit untuk mencapai titik break-even.
Besarnya penurunan yang dimaksud adalah penurunan dari penjualan yang
direncanakan sampai penjualan pada titik break – even.
3. Adanya perubahan komposisi penjualan (sales
mix)
Analisis
break even point merupakan analisis keuangan yang cukup lemah karena asumsinya.
Asumsi break even point bahwa perusahaan hanya menjual satu macam produk hampir
tidak mungkin terpenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar